Pertemuan-pertemuan ini terus berlanjut, bahkan ada beberapa pertemuan yang menjadi agenda rutin, hal ini membuat permasalah anak mulai terurai, namun selalu sulit untuk diselesaikan karena selalu bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah.Sepertinya nasib sedang berpihak pada anak-anak, Komisi Nasional Perlindungan anak atau yang biasa disebut Komnas PA yang pada saat itu diketuai oleh Seto Mulyadi mengadakan pertemuan Forum Anak Nasional (FAN) dan Kongres Anak Indonesia(KAI), kegiatan ini mengundang anak dari seluruh anak se-Indonesia dengan berbagai macam latar belakang dan mewakili berbagai macam LSM atau organisasi, dalam kegiatan ini juga anak diberi ruang untuk berdiskusi tentang permasalahnya didaerah asalnya masing-masing lalu membuat deklarasi sebagai harapan untuk menjadi solusi dari setiap masalah anak di Indonesia, kemudian deklarasi ini diberikan dan dibacakan langsung di depan ketua DPR atau didepan Presiden Indonesia yang waktu itu masih Ibu Megawati.
Beberapa poinisi deklarasi menjadi masukan yang baik dan dapat diwujudkan, tapi ada juga beberapa deklarasi yang terabaikan, hal ini dikarenakan berbedanya kebijakan pemerintah disetiap daerah. Kegiatan FAN dan KAI yang dilaksanakan hanya sekali dalam setahun membuat anak-anak merasa kurangnya wadah dalam menyuarakan permasalahnya, serta sulitnya membuat jejaring dalam sekala nasional membuat perlu adanya wadah lain yang lebih bisa menampung suara anak dan adanya pertemuan yang lebih sering serta berkelanjutan. Pada kisaran tahun 2006 beberapa Lembaga Perlindungan Anak (LPA) sebagai kepanjangan tangan Komnas PA untuk tingkat provinsi mencoba memfasilitasi dengan cara membentuk Forum Anak Daerah (FAD), seperti Jawa Barat, Sumatera Barat dan lain-lain. Namun tidak semua LPA mau dan mampu membentuk FAD, bahkan yang sudah membentukpun tidak banyak yang benar-benar berjalan lancar.Namun semua ini tidak menyurutkan semangat anak-anak Indonesia untuk terus menyuarakan suaranya dan memperjuangkan Haknya sebagaimana yang tertulis dalam Undang-undang perlindungan anak no.23 tahun 2002.
Anak-anak rumah singgah yang lebih banyak berdomisili di JABODETABEK menjadi ujung tombak dalam perjuangan ini karena lebih sering mendapat kesempatan untuk bertemu dengan pemerintah pusat, tentu saja dibantu oleh banyak anak lainnya yang diluar JABODETABEK dengan berbagai cara. Ada beberapa kejadian menarik dalam proses perjuangan ini, contoh ketika ada seorang kawan yang membacakan puisi berjudul “LAPAR” didepan Menteri dan pejabat lain dalam sebuah forum karena sudah jam 2 sore lebih kami belum mendapat makan siang, ada juga kawan yang naik dan menggebrak meja karena merasa didiskrimasikan ketika ada “tanya jawab” dengan salah satu menteri dia mengacungkan tangan untuk mendapat kesempatan bertanya namun dari awal sampai akhir acara sang moderator mengabaikan dia, setelah menggebrak dan naik keatas meja lalu dia minta pulang kedaerahnya padahal itu adalah hari pertama acara forum berlangsung, ini semua adalah proses, ya proses perjuangan. Pada 2009 Kementrian Pemberdayaan Perempuan berubah menjadi Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), hal ini menjadi kabar gembira bagi semua pihak yang perduli terhadap anak.
Pada tahun 2011 keluarlah sebuah keputusan Menteri (Permen) yang didalamnya mengatur kebijakan bahwa disetiap daerah harus memiliki Forum Anak yang dibina langsung oleh badan PP dan Surat keputusannya langsung dari pemimpin daerah, jika Forum Anak provinsi harus dari Gubernur, jika Forum Anak kabupaten atau kota harus dari Bupati atau walikota. Juga adanya program Kota Layak Anak (KLA) yang indikasi penilaiannya 40% dari kondisi Forum Anak. Maka dalam waktu singkat menjamur jugalah forum anak di Indonesia.Ini artinya tanggung jawab terhadap pendampingan forum anak beralih kepada pemerintah, sayangnya dalam pembentukan dan pengembangan Forum Anak pemerintah kurang bersinergi dengan LPA daerah selaku pihak yang menggagas pembentukan awal Forum Anak, hal ini bisa diumpamakan seperti pengadopsian anak tanpa izin orang tua kandung. Dibeberapa daerah terjadi perebutan kuasa atas hak asuh Forum Anak, namun beberapa juga ada yang mampu bekerja sama. Bisa saya sebut seperti Jawa Barat sebagai salah satu Forum Anak tertua di Indonesia harus berjuang sekitar 7 tahun agar bisa mendapatkan SK dari Gubernur karena LPA dan Badan PP provinsi Jabar terus menerus tarik ulur kepentingan, ada juga Forum Anak Sumatera Barat yang dengan mudah dan lancar terus berkembang Forum Anak provinsi dan kota/kabupatennya, hal ini karena badan PP dan LPA Sumatera Barat mau bekerjasama, bahkan di Sumbar saya lebih melihat peran LPA sebagai orang tua kandung yang bertanggung jawab dan mau terus mengasuh forum anak dan Badan PP lebih pada pemenuhan anggaran.
Namun di beberapa daerah yang pembentukanya langsung oleh Badan PP lumayan cukup lancar walau masih ada beberapa kendala, seperti kurang fahamnya para staf Badan PP terhadap pengertian dasar Forum Anak, meski KPPPA sudah menerbitkan dan menyebarkan buku pedoman pembentukan dan pengembangan Forum Anak, namun tidak sedikit orang-orang badan PP yang malas membaca buku ini, sehingga tidak sedikit Forum Anak yang didirikan hanya sebatas syarat program KLA lalu Forum Anaknya dibiarkan kurang aktif. Lalu dimana para anak-anak LSM yang dulu menjadi pionir berjuang dan berteriak agar adanya Forum Anak?.Kebanyakan dari mereka hilang karena terabaikan, beberapa ada yang masih aktif dan berperan sebagai Fasilitator Nasional.Hal ini disebabkan karena badan PP dalam melakukan pembentukan Forum Anak jarang melibatkan anak-anak LSM ini, Badan PP lebih suka mengambil anak-anak berprestasi dari sekolah-sekolah.Hal ini tidak ada salahnya jika dalam pembentukan Forum Anak juga ada pembekalan pengertian Forum Anak, namun sayangnya pembekalan ini jarang dilakukan.Sementara anak-anak LSM yang sudah mengerti benar tentang Forum Anak justru diabaikan.
Hari ini, saya melihat bergesernya tujuan Forum Anak dari fitrahnya. Dimana dulu kami anak-anak LSM dari berbagai latar belakang berjuang dan berteriak keras memperjuangkan lahirnnya Forum Anak agar kami dapat setiap saat bisa menyampaikan suara anak dan merubah kebijakan pemerintah agar sesuai dengan kepentingan terbaik bagi anak, sekarang ketika Forum Anak lebih banyak di isi dan didominasi oleh anak-anak sekolah yang berprestasi, Forum Anak lebih menjadi sebuah wadah ajang existensi dan pengembangan diri. Semua tidak ada yang salah, jika anak bahagia, hanya saja kita harus kembali bertanya pada diri sendiri, sudahkah Forum Anak mampu dengan benar merubah kebijakan pemerintah atau masih hanya sebatas pajangan dan syarat program KLA.Bahkan dalam pertemuan Musyawarah rencana pembangunan daerah (MUSREMBANG) jarang sekali Forum Anak dilibatkan.jikapun ada yang dilibatkan dalam MUSREMBANG, Forum Anak lebih sebagai pendengar dan tidak diminta masukannya.
Forum Anak dalam masa dewasa ini memang semakin berkembang, karena setiap daerah sudah bisa menyisihkan anggaran untuk Forum Anak, namun tidak bisa dipungkiri banyak juga Forum Anak yang terlena dan kehilangan pemikiran kritisnya. Sementara anak-anak yang kritis akan dengan mudah tersingkirkan karena dianggap pembangkang. Mungkinkah ini akan menjadi akhir dari perjuangan dasar adanya Forum anak? Mungkinkah Forum Anak akan menjadi sama dengan organisasi-organisasi anak lainya yang dibentuk oleh pemerintah seperti OSIS, Pramuka, PMR atau lainnya? Ah rasanya semua ini tak perlu saya jawab, biarlah para generasi pengurus sekarang yang menentukan, akankah Forum anak kembali ke Fitrahnya sebagai organisasi anak yang kritis, yang peka terhadap masalah setiap anak, yang mau terus berteriak untuk merubah kebijakan pemerintah agar menjadi kebijakan yang berpihak pada anak. Atau forum anak hanya akan jadi organisasi ajang exis dan batu locatan untuk anak-anak yang ingin prestasi dan titel seperti sekarang, karena Forum Anak adalah tempat yang sangat stategis untuk mendapatkan akses. para pengurus Forum Anak yang akan menjawabnya.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar